g
g p
g
Salah satu dampak dari pengetatan anggaran pengeluaran industri adalah
terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) bahkan pemberhentian kerja
tanpa pesangon terhadap buruh migran dan hal ini meninggalkan masalah
besar bagi tenaga kerja.
Hari ini, Senin (1/6) sebuah koalisi besar organisasi masyarakat sipil dan serikat
pekerja global meluncurkan seruan mendesak untuk mekanisme keadilan
bagi pekerja migran yang dipulangkan akibat pandemi COVID-19.
Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) memperkirakan 195 juta pekerjaan
akan lenyap akibat pandemi ini.
Di kawasan Timur Tengah saja, diperkirakan 5 juta pekerjaan akan hilang,
banyak dari pekerjaan itu dipegang oleh pekerja migran.
Sejak awal pandemi, lebih dari 200.000 pekerja migran telah dipulangkan ke
Asia dari berbagai belahan dunia.
Jumlah ini diperkirakan akan meningkat secara terus menerus selama
beberapa bulan ke depan.
Negara-negara seperti India, Nepal, Bangladesh dan Filipina, mengantisipasi
kembalinya sejumlah besar populasi pekerja migran mereka ke luar negeri.
Berdasarkan rilis Koalisi sipil dan dan serikat buruh global hari ini (1/6), mereka
menyimpulkan bahwa tanpa kontrol yang tepat, pengusaha dapat
mengambil keuntungan dari program repatriasi/pemulangan massal ini
untuk memberhentikan dan mengembalikan pekerja yang belum dibayar
karena kompensasi, upah dan tunjangan mereka.
Jutaan orang akan dipulangkan ke situasi jeratan hutang karena mereka
akan dipaksa untuk membayar biaya perekrutan dan biaya-biaya lainnya